Jakarta - Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Slamet Effendy Yusuf menilai pelaku teror bom yang sedang beraksi belakangan ini memainkan "jurus mabuk", yakni menyerang sasaran yang beragam untuk membingungkan masyarakat dan aparat kemananan.
"Tapi sebagai aksi terorisme tujuannya jelas, yakni membuat masyarakat merasa tidak aman, menciptakan instabilitas politik, dan menanamkan ketidakpercayaan pada pemerintah," kata Slamet di Jakarta, Jumat.
Oleh karena itu, lanjutnya, untuk mengusut dan mengungkap pelaku aparat kemanan semestinya tidak menempuh cara biasa, apalagi secara terburu-buru mengarahkan kecurigaan kepada satu kelompok tertentu.
"Aparat keamanan harus memainkan jurus yang sama, jurus mabuk," kata Slamet yang juga salah satu Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) tersebut.
Artinya, kata mantan politisi Partai Golkar itu, aparat keamanan harus membuka kemungkinan pelaku berasal dari kelompok lain di luar pihak yang saat ini diduga kuat sebagai pelaku.
"Pemetaan dalam pencarian pelaku harus dimulai dari pemetaan yang komprehensif, serta membuka lebar adanya alternatif," katanya.
Dikatakannya, upaya pengungkapan pelaku harus dimulai dari pertanyaan apakah yang ingin membuat masyarakat resah, ingin ada instabilitas dan ingin menghancurkan kredibilitas pemerintah hanya satu pihak saja.
Lalu, lanjut Slamet, apakah mereka yang menginginkan kondisi seperti itu hanya kelompok dengan satu motif? Apakah yang menginginkan hal seperti itu hanya elemen domestik.
"Pertanyaan-pertanyaan itulah yang harus menjadi pegangan aparat keamanan," katanya.
Menurut Slamet, sekalipun terorisme selalu dikaitkan dengan ideologi, tapi aparat keamanan tidak bisa apriori dengan meniadakan latar belakang dan motif lain.
Sementara itu kantor The Wahid Institute di Jalan Taman Amir Hamzah dikabarkan didatangi orang tidak dikenal yang bergelagat mencurigakan. Namun orang tersebut tidak membawa ataupun meninggalkan barang.
"Memang ada orang tidak dikenal yang datang ke kantor. Ketika ditanya identitas tidak mau menunjukkan. Tapi orang itu tidak membawa apa-apa kok," kata Direktur Eksekutif The Wahid Institute, Yeni Wahid. [R/Ant]
"Tapi sebagai aksi terorisme tujuannya jelas, yakni membuat masyarakat merasa tidak aman, menciptakan instabilitas politik, dan menanamkan ketidakpercayaan pada pemerintah," kata Slamet di Jakarta, Jumat.
Oleh karena itu, lanjutnya, untuk mengusut dan mengungkap pelaku aparat kemanan semestinya tidak menempuh cara biasa, apalagi secara terburu-buru mengarahkan kecurigaan kepada satu kelompok tertentu.
"Aparat keamanan harus memainkan jurus yang sama, jurus mabuk," kata Slamet yang juga salah satu Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) tersebut.
Artinya, kata mantan politisi Partai Golkar itu, aparat keamanan harus membuka kemungkinan pelaku berasal dari kelompok lain di luar pihak yang saat ini diduga kuat sebagai pelaku.
"Pemetaan dalam pencarian pelaku harus dimulai dari pemetaan yang komprehensif, serta membuka lebar adanya alternatif," katanya.
Dikatakannya, upaya pengungkapan pelaku harus dimulai dari pertanyaan apakah yang ingin membuat masyarakat resah, ingin ada instabilitas dan ingin menghancurkan kredibilitas pemerintah hanya satu pihak saja.
Lalu, lanjut Slamet, apakah mereka yang menginginkan kondisi seperti itu hanya kelompok dengan satu motif? Apakah yang menginginkan hal seperti itu hanya elemen domestik.
"Pertanyaan-pertanyaan itulah yang harus menjadi pegangan aparat keamanan," katanya.
Menurut Slamet, sekalipun terorisme selalu dikaitkan dengan ideologi, tapi aparat keamanan tidak bisa apriori dengan meniadakan latar belakang dan motif lain.
Sementara itu kantor The Wahid Institute di Jalan Taman Amir Hamzah dikabarkan didatangi orang tidak dikenal yang bergelagat mencurigakan. Namun orang tersebut tidak membawa ataupun meninggalkan barang.
"Memang ada orang tidak dikenal yang datang ke kantor. Ketika ditanya identitas tidak mau menunjukkan. Tapi orang itu tidak membawa apa-apa kok," kata Direktur Eksekutif The Wahid Institute, Yeni Wahid. [R/Ant]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar