Jakarta - Akhirnya Jepang berhasil mendinginkan pembangkit nuklir di Fukushima. Setelah berhari-hari berjibaku, 300 teknisi Jepang berhasil menyelesaikan tugas yang mereka sebut misi bunuh diri itu. Kisah teknisi Jepang ini mengharukan sekaligus memperlihatkan betapa mengagumkannya etos warga Jepang. Dan etos itu tidak hanya ditunjukkan para teknisi tapi juga banyak warga Jepang lainnya.
Michiko Otsuki, salah seorang teknisi di PLTN Fukushima menceritakan betapa disiplinnya para teknisi berjuang memperbaiki reaktor nuklir. Perempuan itu menceritakan, semua orang bekerja mati-matian memperbaiki mesin pendingin reaktor di dekat laut yang hancur diterjang tsunami.
"Saat alarm tsunami berdering kami tak bisa melihat apa yang terjadi, kami terus bekerja, meski sangat menyadari bahwa itu bisa berarti mati. Kami melawan rasa lelah dan perut kosong, kami memaksa diri untuk terus bekerja," cerita Michiko lewat internet.
Michiko merupakan satu dari 300 pekerja PLTN Fukushima yang nekat tinggal untuk memperbaiki pembangkit yang meledak akibat tsumani tersebut. Para pekerja itu tentu saja sadar kenekatan itu membahayakan nyawa mereka. Mereka terancam terkena radiasi yang bisa membunuh dalam seketika, atau paling tidak bisa menyebabkan penyakit mengerikan di tahun-tahun mendatang. Dan rupanya kenekatan para teknisi tersebut tidak sia-sia.
Menteri Pertahanan Jepang Toshimi Kitazawa mengatakan saat ini suhu di kolam-kolam bahan bakar di keenam reaktor Fukhusima turun di bawah 100 derajat Celcius. Menurut NHK, penyiraman air untuk mendinginkan reaktor nuklir unit 3 dan 4 telah usai tadi pagi. Unit 3 dan 4 dijadwalkan akan disambungkan ke generator listrik pada Selasa besok.
Mentalitas mengagumkan juga ditunjukkan warga Jepang saat mereka harus mengantre untuk mendapatkan makanan. Warga negeri matahari terbit itu mengantre dengan tertib di supermarket. Tidak ada rebutan, apalagi kerusuhan. Tidak hanya di supermarket, di jalanan disiplin itu tetap dijaga meski bencana dahsyat baru menghajar mereka.
Ketika gempa baru saja terjadi, lalu lintas macet total. Namun, penduduk Jepang tetap bersikap tenang menghadapinya. Kini korban tewas dan hilang akibat gempa dan tsunami itu diperkirakan 20 ribu orang. "Lalu lintas bagai di neraka dan sering kali hanya satu mobil dapat berjalan ketika lampu lalu lintas berubah menjadi hijau. Tapi semua begitu tenang dan mengemudi dengan aman dan memberikan jalan kepada satu sama lain," ucap salah salah satu pengendara, Arakawa.
Sikap tetap tertib dan tidak emosional juga terlihat di stasiun-staiun kereta api. Ketika gempa terjadi, jaringan KA Tokyo Metro sempat menghentikan operasinya dengan alasan keselamatan penumpang. Banyak penumpang yang terlantar di stasiun. Namun, mereka tetap menunggu dengan sabar sampai KA dapat beroperasi kembali. Para petugas KA juga tetap melayani warga dengan senyuman."Ketenangan ini sangat mutlak dan nyata. Saya kagum dengan kekuatan mental orang-orang ini," kata salah seorang warga Jepang.
Selain tertib dan disiplin, warga Jepang juga sangat menonjolkan sikap saling menolong untuk mengatasi bencana. Masayuki Aihara, warga Fukushima, dalam surat pembaca di The Japan Times, mengungkapkan sikap terpuji yang mengharukan tersebut. Di wilayah pengungsian, semua warga tetap ramah dan saling berbagi apa-apa yang mereka miliki. "Orang-orang di pengungsian membantu kami dengan baik dan memberi makan yang cukup. Terimakasih," kata Masayuki.
Salah seorang warga Indonesia yang tinggal di Jepang menceritakan betapa TV Jepang tidak melebih-lebihkan bencana yang menimpa negaranya. "Hari kedelapan pasca gempa... semua channel TV di sini sudah kembali ke program masing-masing, drama, olahraga, bahas catur Jepang dll," kata Riska Dwi Firmiyanti, perempuan yang bekerja sebagai wartawan di Jepang itu.
Riska juga menceritakan, betapa kerusakan infrastruktur bisa diatasi dengan cepat. "Di lokasi bencana di Provinsi Miyagi, SDF sudah membangun jembatan darurat yang kokoh sebagai ganti jembatan yang putus. Pasokan bahan bakar dann makanan juga udah masuk ke lokasi bencana," cerita Riska.
Tidak hanya warga yang menunjukkan mental mengagumkan. Pemerintah Jepang juga dengan cepat melakukan langkah-langkah antisipasi. Pasca gempa dan tsunami yang mengakibatkan kerusakan di PLTN Fukushima, pemerintah Jepang berupaya melakukan upaya pencegahan penyebaran radiasi dengan melakukan berbagai cara.
Selain melakukan evakuasi para penduduk di radius 30 kilometer dari PLTN, masyarakat juga dilarang mengambil ikan, sayuran serta mengkonsumsi air kran yang ada di dalam radius tersebut.Kementerian Kesehatan Jepang mengatakan, ikan dan tumbuhan yang ada di sekitar Fukushima sudah terkena radiasi. Belakangan Kemenkes Jepang juga menemukan radiasi sudah menyebar ke air kran siap minum tersebut.
Untuk itu Kemenkes Jepang mengimbau warga yang tinggal di desa-desa yang terletak di Prefektur Fukushima agar tidak meminum air kran. Dari uji yang dilakukan Kemenkes Jepang di Desa Iitate, Fukushima, terindikasi, air kran siap minum tersebut mengalami peningkatan radiasi 3 kali lebih tinggi dari angka yang diizinkan pemerintah.
Idealnya, standar legal Kemenkes Jepang kandungan yodium-131 yang dibolehkan adalah 300 becquerels (Bq, satuan kegiatan radioaktif yang menunjukkan inti atom meluruh per detik). Sementara saat ini Kemenkes Jepang menemukan, yodium-131 terdeteksi dalam air kran sebanyak 965 becquerels (Bq). Jumlah tersebut 3,2 kali lipat dari standar. Namun demikian Kemenkes Jepang menyatakan, air kran itu masih bisa digunakan untuk mencuci dan mandi.
Tingkat radiasi yang tinggi dan lebih tinggi dari standar terdeteksi juga pada sayur-sayuran yang diproduksi di Prefektur Gunma, Tochigi, dan Chiba. Kemenkes menyatakan tingkat radiasinya tidak menimbulkan efek terhadap kesehatan manusia
dengan segera.
"Upaya pemerintah Jepang dalam mengatasi kebocoran radiasi sudah sangat bagus," kata Kepala Badan Pengendali Teknologi Nuklir (Bapeten) As Natio Lasman. [R/dtc]
Michiko Otsuki, salah seorang teknisi di PLTN Fukushima menceritakan betapa disiplinnya para teknisi berjuang memperbaiki reaktor nuklir. Perempuan itu menceritakan, semua orang bekerja mati-matian memperbaiki mesin pendingin reaktor di dekat laut yang hancur diterjang tsunami.
"Saat alarm tsunami berdering kami tak bisa melihat apa yang terjadi, kami terus bekerja, meski sangat menyadari bahwa itu bisa berarti mati. Kami melawan rasa lelah dan perut kosong, kami memaksa diri untuk terus bekerja," cerita Michiko lewat internet.
Michiko merupakan satu dari 300 pekerja PLTN Fukushima yang nekat tinggal untuk memperbaiki pembangkit yang meledak akibat tsumani tersebut. Para pekerja itu tentu saja sadar kenekatan itu membahayakan nyawa mereka. Mereka terancam terkena radiasi yang bisa membunuh dalam seketika, atau paling tidak bisa menyebabkan penyakit mengerikan di tahun-tahun mendatang. Dan rupanya kenekatan para teknisi tersebut tidak sia-sia.
Menteri Pertahanan Jepang Toshimi Kitazawa mengatakan saat ini suhu di kolam-kolam bahan bakar di keenam reaktor Fukhusima turun di bawah 100 derajat Celcius. Menurut NHK, penyiraman air untuk mendinginkan reaktor nuklir unit 3 dan 4 telah usai tadi pagi. Unit 3 dan 4 dijadwalkan akan disambungkan ke generator listrik pada Selasa besok.
Mentalitas mengagumkan juga ditunjukkan warga Jepang saat mereka harus mengantre untuk mendapatkan makanan. Warga negeri matahari terbit itu mengantre dengan tertib di supermarket. Tidak ada rebutan, apalagi kerusuhan. Tidak hanya di supermarket, di jalanan disiplin itu tetap dijaga meski bencana dahsyat baru menghajar mereka.
Ketika gempa baru saja terjadi, lalu lintas macet total. Namun, penduduk Jepang tetap bersikap tenang menghadapinya. Kini korban tewas dan hilang akibat gempa dan tsunami itu diperkirakan 20 ribu orang. "Lalu lintas bagai di neraka dan sering kali hanya satu mobil dapat berjalan ketika lampu lalu lintas berubah menjadi hijau. Tapi semua begitu tenang dan mengemudi dengan aman dan memberikan jalan kepada satu sama lain," ucap salah salah satu pengendara, Arakawa.
Sikap tetap tertib dan tidak emosional juga terlihat di stasiun-staiun kereta api. Ketika gempa terjadi, jaringan KA Tokyo Metro sempat menghentikan operasinya dengan alasan keselamatan penumpang. Banyak penumpang yang terlantar di stasiun. Namun, mereka tetap menunggu dengan sabar sampai KA dapat beroperasi kembali. Para petugas KA juga tetap melayani warga dengan senyuman."Ketenangan ini sangat mutlak dan nyata. Saya kagum dengan kekuatan mental orang-orang ini," kata salah seorang warga Jepang.
Selain tertib dan disiplin, warga Jepang juga sangat menonjolkan sikap saling menolong untuk mengatasi bencana. Masayuki Aihara, warga Fukushima, dalam surat pembaca di The Japan Times, mengungkapkan sikap terpuji yang mengharukan tersebut. Di wilayah pengungsian, semua warga tetap ramah dan saling berbagi apa-apa yang mereka miliki. "Orang-orang di pengungsian membantu kami dengan baik dan memberi makan yang cukup. Terimakasih," kata Masayuki.
Salah seorang warga Indonesia yang tinggal di Jepang menceritakan betapa TV Jepang tidak melebih-lebihkan bencana yang menimpa negaranya. "Hari kedelapan pasca gempa... semua channel TV di sini sudah kembali ke program masing-masing, drama, olahraga, bahas catur Jepang dll," kata Riska Dwi Firmiyanti, perempuan yang bekerja sebagai wartawan di Jepang itu.
Riska juga menceritakan, betapa kerusakan infrastruktur bisa diatasi dengan cepat. "Di lokasi bencana di Provinsi Miyagi, SDF sudah membangun jembatan darurat yang kokoh sebagai ganti jembatan yang putus. Pasokan bahan bakar dann makanan juga udah masuk ke lokasi bencana," cerita Riska.
Tidak hanya warga yang menunjukkan mental mengagumkan. Pemerintah Jepang juga dengan cepat melakukan langkah-langkah antisipasi. Pasca gempa dan tsunami yang mengakibatkan kerusakan di PLTN Fukushima, pemerintah Jepang berupaya melakukan upaya pencegahan penyebaran radiasi dengan melakukan berbagai cara.
Selain melakukan evakuasi para penduduk di radius 30 kilometer dari PLTN, masyarakat juga dilarang mengambil ikan, sayuran serta mengkonsumsi air kran yang ada di dalam radius tersebut.Kementerian Kesehatan Jepang mengatakan, ikan dan tumbuhan yang ada di sekitar Fukushima sudah terkena radiasi. Belakangan Kemenkes Jepang juga menemukan radiasi sudah menyebar ke air kran siap minum tersebut.
Untuk itu Kemenkes Jepang mengimbau warga yang tinggal di desa-desa yang terletak di Prefektur Fukushima agar tidak meminum air kran. Dari uji yang dilakukan Kemenkes Jepang di Desa Iitate, Fukushima, terindikasi, air kran siap minum tersebut mengalami peningkatan radiasi 3 kali lebih tinggi dari angka yang diizinkan pemerintah.
Idealnya, standar legal Kemenkes Jepang kandungan yodium-131 yang dibolehkan adalah 300 becquerels (Bq, satuan kegiatan radioaktif yang menunjukkan inti atom meluruh per detik). Sementara saat ini Kemenkes Jepang menemukan, yodium-131 terdeteksi dalam air kran sebanyak 965 becquerels (Bq). Jumlah tersebut 3,2 kali lipat dari standar. Namun demikian Kemenkes Jepang menyatakan, air kran itu masih bisa digunakan untuk mencuci dan mandi.
Tingkat radiasi yang tinggi dan lebih tinggi dari standar terdeteksi juga pada sayur-sayuran yang diproduksi di Prefektur Gunma, Tochigi, dan Chiba. Kemenkes menyatakan tingkat radiasinya tidak menimbulkan efek terhadap kesehatan manusia
dengan segera.
"Upaya pemerintah Jepang dalam mengatasi kebocoran radiasi sudah sangat bagus," kata Kepala Badan Pengendali Teknologi Nuklir (Bapeten) As Natio Lasman. [R/dtc]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar