Yogyakarta - Minimnya kesempatan dalam memperoleh pekerjaan di sektor formal menyebabkan sebagian besar komunitas waria di Yogyakarta tidak dapat menunjukkan potensi dan keahlian mereka. Padahal Waria di Yogyakarta juga ingin dihargai dan diakui hak dan kewajiban yang sama seperti halnya warga negara Indonesia pada umumnya. Mereka juga ingin berpartisipasi sebagai bagian dari masyarakat Yogyakarta pada khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya.
Berawal dari keprihatinan itu sekelompok mahasiswa fakultas MIPA UNY memberikan pelatihan ketrampilan membatik bagi komunitas waria yang tergabung dalam Ikatan Waria Yogyakarta (Iwayo) yang berlangsung sejak pertengahan Maret hingga April 2011 di kediaman Shinta Ratri ketua Iwayo di Kotagede Yogyakarta.
Dalam kegiatan yang berjalan setiap Rabu dan Sabtu tersebut, para waria dilatih membuat batik tulis maupun batik cap. "Waria memiliki latar belakang budaya, karakter, tingkat pendidikan, profesi dan tingkat ekonomi yang beragam. Fakta ini sering terlupakan oleh masyarakat," kata Yuni Puspita Sari, salah satu mahasiswi MIPA UNY.
Dikemukakan, pendapat umum yang menganggap waria sebagai sosok berbeda serta memiliki tingkat pendidikan yang rendah seringkali menjadikan waria tersisih. Hal itulah yang membuat komunitas waria semakin menjadi komunitas yang terpinggirkan dan masih mendapatkan stigma dan pencitraan negatif.
Yang menarik adalah, pelatihan membatik bagi waria yang termasuk dalam program kreatifitas mahasiswa pengabdian masyarakat itu berhasil meraih dana dari Dikti untuk kategori PKMM. [R/CN]
Berawal dari keprihatinan itu sekelompok mahasiswa fakultas MIPA UNY memberikan pelatihan ketrampilan membatik bagi komunitas waria yang tergabung dalam Ikatan Waria Yogyakarta (Iwayo) yang berlangsung sejak pertengahan Maret hingga April 2011 di kediaman Shinta Ratri ketua Iwayo di Kotagede Yogyakarta.
Dalam kegiatan yang berjalan setiap Rabu dan Sabtu tersebut, para waria dilatih membuat batik tulis maupun batik cap. "Waria memiliki latar belakang budaya, karakter, tingkat pendidikan, profesi dan tingkat ekonomi yang beragam. Fakta ini sering terlupakan oleh masyarakat," kata Yuni Puspita Sari, salah satu mahasiswi MIPA UNY.
Dikemukakan, pendapat umum yang menganggap waria sebagai sosok berbeda serta memiliki tingkat pendidikan yang rendah seringkali menjadikan waria tersisih. Hal itulah yang membuat komunitas waria semakin menjadi komunitas yang terpinggirkan dan masih mendapatkan stigma dan pencitraan negatif.
Yang menarik adalah, pelatihan membatik bagi waria yang termasuk dalam program kreatifitas mahasiswa pengabdian masyarakat itu berhasil meraih dana dari Dikti untuk kategori PKMM. [R/CN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar