Bandung - Keterlambatan pencairan dana BOS dinilai tidak masuk akal oleh Menteri Pendidikan Nasional M Nuh. Meskipun menerapkan sistem baru, menurutnya mekanisme atau proses pencairan dana BOS tidaklah rumit. Ia menganggap, kepala daerah yang telat mencairkan dana BOS kurang memiliki kapasitas dan komitmen.
"Kesimpulan saya, ini hanya masalah kapasitas (kemampuan daerah-red) dan komitmen. Tapi kapasitas kan bisa dipelajari," ujar Nuh di Aston Tropicana, Jalan Cihampelas, Rabu (23/3/2011)
Nuh mengibaratkan, ada siswa di sekolah yang mengerjakan soal yang sama, namun lama pengerjaannya berbeda tergantung tingkat kecerdasan. "Beda yang pinter dan yang enggak pinter kan bedanya hanya di waktu. Misalnya yang pinter bisa mengerjakan dalam 1 jam, yang kurang pintar bisa sampai 2 jam, atau ada yang butuh 4 jam. Ini soalnya sama semua satu negara. Lembar jawaban ada, ada yang butuh satu minggu satu minggu," sindirnya.
Nuh menyebut, daerah yang paling cepat menyelesaikan proses pencairan dana BOS yaitu Kabupaten Banyuwangi. Mereka bisa mencairkan dana BOS seminggu setelah
pemerintah pusat mentransfer dana ke rekening APBD di masing-masing daerah pada awal tahun 2011.
Menurut Nuh jika ada daerah yang tidak mengerti, seharusnya berinisiatif untuk bertanya pada daerah lain yang telah menyelesaikan. "Kalau enggak bisa ya diajarin, atau paling enggak tanya lah. Datanglah ke tetangga. Kok bisa cepat, tanya. Kaya ngerjain soal saja. Ini kan bukan ilmu gaib, bisa dipelajari," katanya.
Ia berharap dalam proses pencairan dana BOS triwulan kedua, tidak ada lagi daerah yang mengalami keterlambatan dalam pencairan. "Ya keterlaluan. Ini aja sudah tidak masuk akal. Apa susahnya barang baru," tandas Nuh.
Pada bulan Desember lalu, Nuh mengaku telah mengundang seluruh Kepala Dinas Pendidikan kabupaten dan Kota untuk mengikuti workshop yang mengupas tuntas proses pencairan dana BOS.
"Di situ dijelaskan apa saja yang harus disiapkan untuk transfer sekolah-sekolah. Rekening sekolah sudah ada, jumlah siswa di setiap sekolah sudah ada. Bahkan template pun sudah disiapkan. Jadi di dinas di kabupaten dan kota itu tinggal mengudang atau mendatangi sekolah untuk mengisi template yg sudah disiapkan," jelasnya.
Ia pun kembali mengibaratkan, mekanisme pencairan dana BOS seperti suami yang telah memberi uang belanja ke isteri namun tidak juga dibelanjakan padahal anak-anak butuh makan.
"Sudah tahu bagaimana prosedur menyiapkan makan tapi isteri enggak belanja-belanja. Anak nangis karena enggak makan. Kemungkinannya dua, engga bisa belanja (kapasitas-red) atau enggak mau belanja (komitmen-red). Kalau begitu saya belanja sendiri. Apa bener begitu, sementara yang tanggung jawab itu isteri," katanya.
Apalagi waktu untuk menyelesaikan ini periodisasinya bulanan. "Ngapain aja 2 bulan ini," kata Nuh.
Saat disinggung apakah ada kemungkinan dana sengaja diendapkan agar bunga di rekening semakin besar, Nuh hanya menjawab. "Silahkan kalau ada dugaan seperti itu, saya sih enggak boleh. Saya cuma mengajak ayo segera cairkan. Di sekolah itu ada anak yatim, anak miskin, ada yang mau ujian. Haknya dia. Ngapain enggak bisa disalurkan padahal uang sudah dikasih," tandasnya. [R/dtc]
"Kesimpulan saya, ini hanya masalah kapasitas (kemampuan daerah-red) dan komitmen. Tapi kapasitas kan bisa dipelajari," ujar Nuh di Aston Tropicana, Jalan Cihampelas, Rabu (23/3/2011)
Nuh mengibaratkan, ada siswa di sekolah yang mengerjakan soal yang sama, namun lama pengerjaannya berbeda tergantung tingkat kecerdasan. "Beda yang pinter dan yang enggak pinter kan bedanya hanya di waktu. Misalnya yang pinter bisa mengerjakan dalam 1 jam, yang kurang pintar bisa sampai 2 jam, atau ada yang butuh 4 jam. Ini soalnya sama semua satu negara. Lembar jawaban ada, ada yang butuh satu minggu satu minggu," sindirnya.
Nuh menyebut, daerah yang paling cepat menyelesaikan proses pencairan dana BOS yaitu Kabupaten Banyuwangi. Mereka bisa mencairkan dana BOS seminggu setelah
pemerintah pusat mentransfer dana ke rekening APBD di masing-masing daerah pada awal tahun 2011.
Menurut Nuh jika ada daerah yang tidak mengerti, seharusnya berinisiatif untuk bertanya pada daerah lain yang telah menyelesaikan. "Kalau enggak bisa ya diajarin, atau paling enggak tanya lah. Datanglah ke tetangga. Kok bisa cepat, tanya. Kaya ngerjain soal saja. Ini kan bukan ilmu gaib, bisa dipelajari," katanya.
Ia berharap dalam proses pencairan dana BOS triwulan kedua, tidak ada lagi daerah yang mengalami keterlambatan dalam pencairan. "Ya keterlaluan. Ini aja sudah tidak masuk akal. Apa susahnya barang baru," tandas Nuh.
Pada bulan Desember lalu, Nuh mengaku telah mengundang seluruh Kepala Dinas Pendidikan kabupaten dan Kota untuk mengikuti workshop yang mengupas tuntas proses pencairan dana BOS.
"Di situ dijelaskan apa saja yang harus disiapkan untuk transfer sekolah-sekolah. Rekening sekolah sudah ada, jumlah siswa di setiap sekolah sudah ada. Bahkan template pun sudah disiapkan. Jadi di dinas di kabupaten dan kota itu tinggal mengudang atau mendatangi sekolah untuk mengisi template yg sudah disiapkan," jelasnya.
Ia pun kembali mengibaratkan, mekanisme pencairan dana BOS seperti suami yang telah memberi uang belanja ke isteri namun tidak juga dibelanjakan padahal anak-anak butuh makan.
"Sudah tahu bagaimana prosedur menyiapkan makan tapi isteri enggak belanja-belanja. Anak nangis karena enggak makan. Kemungkinannya dua, engga bisa belanja (kapasitas-red) atau enggak mau belanja (komitmen-red). Kalau begitu saya belanja sendiri. Apa bener begitu, sementara yang tanggung jawab itu isteri," katanya.
Apalagi waktu untuk menyelesaikan ini periodisasinya bulanan. "Ngapain aja 2 bulan ini," kata Nuh.
Saat disinggung apakah ada kemungkinan dana sengaja diendapkan agar bunga di rekening semakin besar, Nuh hanya menjawab. "Silahkan kalau ada dugaan seperti itu, saya sih enggak boleh. Saya cuma mengajak ayo segera cairkan. Di sekolah itu ada anak yatim, anak miskin, ada yang mau ujian. Haknya dia. Ngapain enggak bisa disalurkan padahal uang sudah dikasih," tandasnya. [R/dtc]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar