Pengunjung

Senin, 11 April 2011

Harmoni Tahlil Sang Raper Sejati

Wonosobo - Kehadiran Bondan Prakoso dan Fad 2 Black dalam mengakhiri tour lima kota di halaman terminal Mendolo Wonosobo, Jumat (8/4/2011) malam, disambut ribuan funs Bondan (Rezpector). Mantan pembetot bas Fungky Kopral ini aksinya cukup memukau penghayat musik pop rock dengan karakter lagu raper. Maklum penggemarnya di Wonosobo memang banyak.
Acara yang di selenggarakan oleh EO Madpro dari Jogjakarta itu diawali pentas Eifel Band dari Jogja sebagai pembuka. Membawakan lagu-lagu karya Slank, Ahmad Dhani, band itu disambut antusias pengunjung.Maklum penyelenggara menyediakan 9400 tiket masuk.
Pada pukul 20.00 WIB Bondan dan Fad 2 Black naik panggung diawali ilustrasi solo gitar instrumen karya Jhon Satriyani. Tak ayal lengkingan suara melodi gitar itu menghipnotis semua yang hadir.Apalagi hanya satu lampu ligh tink dari stage panggung yang nyala menyinari tubuh gitaris berbusana serba hitam itu.
Membawakan sekitar 10 lagu-lagu terbaik dari album Bersama Please Dong Ahh yang dirilis bersama Rio Saharja, hingga For All pada akhir 2010 lalu Bondan benar-benar menunjukkan talenta bermusiknya.Maklum penyanyi kelahiran 8 Mei 1984 ini tergolong masih muda.
“Salam OI, Slankker, kalian siap berjingkrak,” teriak musisi lulusan D3 Sastra Belanda UI Jakarta itu disela pentasnya.
Selama pertunjukan berlangsung, Bondan yang mengenakan celana warna abu-abu dan kaos hitam itu membawakan lagu-lagu yang sudah popular dikalangan kawula muda. Seperti Ya Sudahlah, Tetap Semangat, Kita Selamanya, Hidup Berawal dan Dari Mimpi. Ditengah pertunjukan beberapa kali petugas Damkar Wonosobo terpaksa menyemprotkan air ditengah ribuan penonton yang merapat.
Ketika Bondan akan membawakan Keroncong Perotol matanya terpejam, jemarinya yang membekap senar bass itu mendengung bak suara string keyabord. Namun selang dua menit tiga puluh detik paduan suara lagu yang sudah sangat popular itu menggema diantara dinginnya kota dingin yang sejuk dan asri ini.
“Tadi sebelum pentas baca tahlil dan yasin.Ini kan malam Juma’at, siapa yang suka nasi kotak, guwa sangat suka nasi kotak lho, tadi di rumah warga Wonosobo,” seloroh Bondan disambut gelak tawa ribuan pengunjung.
Tak hanya nasi kotak dan baca tahlil, harmoni musik peraih penghargaan AMI Sharp Awards ditahun 2001 untuk kategori group alternatif terbaik ini berjanji akan makan makanan khas Wonosobo.
“Terima kasih para rezpector Wonosobo kalian bernyanyi dan bergerak melebihi kami yang ada dipanggung,” pungkas Bondan sambil mengajak ribuan penonton mengepalkan tangan kanannya ke atas bersama-sama. [R/Yudi]

Spesialis Pelukis Wayang dari Randublatung

Menyelesaikan studi di Jurusan Tari Akademi Seni Karawitan Indonesia (ASKI) Solo, namun kini aktivitas kesenimanannya lebih banyak tercurah untuk melukis wayang.

Blora - Belajar di Jurusan Tari Akademi Seni Karawitan Indoensia (Aski) Solo, Sudarto, seniman kelahiran Randublatung, 20 Januari 1957 ini justru saat ini lebih menenggelamkan diri di dunia seni lukis.
Di seni lukis pun, tak sembarangan ia mau melukis.''Saya cuma melukis wayang,'' katanya saat ditemui Suara Merdeka di Aula Kantor Dinas Perhubungan Pariwisata Kebudayaan Komunikasi dan Informatika (DPPKKI), baru-baru ini.
Sudarto bukanlah pegawai di DPPKKI. Namun belakangan, ia memang lebih mudah ditemui di kantor dinas yang bersebelahan dengan Akademi Keperawatan yang berada di bawah Poltekkes Kementerian Kesehatan itu. Di sana, warga RT 1 RW I Desa Wulung, Kecamatan Randublatung, ini sedang menyelesaikan beberapa lukisan wayang dari para relasinya, khususnya dari DPPKKI.
Pilihannya menjadi spesialis pelukis wayang pun tidak salah. Bahkan, dari situ seniman yang sempat menjadi ''penghuni'' Taman Budaya Jawa Tengah di Semarang, justru mendapatkan berkah yang luar biasa. Betapa tidak, sejumlah tokoh besar nasional, tak sedikit yang memesan untuk dibuatkan lukisan wayang olehnya.
Sebut saja di antaranya Almarhun KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Mardiyanto (mantan Gubernur Jateng), Matori Abdul Jalil, Saifullah Yusuf, dan Sri Edi Swasono. "Kebanyakan Bupati di Jateng dan Jatim juga sudah mengoleksi lukisan wayang saya. Namun anehnya belum ada satu pun bupati Blora yang memesan lukisan wayang pada saya," candanya sembari tersenyum.

Sejak Kecil
Sudarto pun tak pernah mau menghilangkan 'sejarah' melukis wayang yang digelutinya. Setiap orang yang meminta dilukiskan wayang, selalu dimemintainya tanda tangan berikut nama terang.
'Buku sejarah' yang memuat nama terang dan tanda tangan pemesan lukisan wayang kepadanya, itu disimpan rapi hingga sekarang. Melihat lembaran-lembaran 'prasasti' pemesan lukisan wayang Sudarto, ternyata pemesan tidak cuma dari Indonesoa, namun ada juga yang dari luar negeri. "Saya pernah mendapatkan pesanan lukisan dari S Paul Somohardjo asal Suriname," ujarnya.
Belajar melukis saat ia masih berada di bangku kelas II SMPN Randublatung, yaitu pada 1973. Lama keluar dari daerah kelahirannya, namun kini ia memilih kembali di tengah masyarakat yang telah membesarkannya. "Saya sudah lama ingin kembali ke Blora, namun baru kesampaian sekarang. Saya ingin mengabdikan diri pada kota kelahiran saya," ujar lelaki yang pernah menggelar pameran di berbagai kota besar seperti Jakarta, Semarang, dan Surabaya.
Kini, ditengah-tengah kesibukannya melukis wayang, ia juga ikut membina Sanggar Tari Gading Wulung di Randublatung. "Hanya sebagai sesepuh, untuk memotivasi anak-anak saja," katanya merendah. (Rosidi)