Blora - Ingin tahu seperti apa mata rantai (sejarah) masyarakat Blora tempo dulu? Tengoklah museum Mahameru yang berada satu kompleks dengan Taman Tirtonadi. Di sana, tersimpan bermacam koleksi yang menandai perjalanan panjang sejara leluhur masyarakat Kota Satai.
Gatot Pranoto, Ketua Yayasan Mahameru, menyebut museum yang dikelola oleh Yayasan pemerhati budaya yang dipimpinnya, memiliki koleksi yang cukup lengkap. Ia bahkan pernah menyebut, koleksi museum Mahameru itu lebih lengkap dibandingkan dengan museum arkeologi Sangiran. “Kita memiliki koleksi mulai dari masa pra sejarah, Hindu-Budha (klasik), Islam, hingga masa kolonial,” katanya.
Peralatan berburu manusia purba seperti kapak genggam dan batu, koleksi masa Hindu-Budha antara lain berupa gerabah, patung, bibir sumur kuno yang sezaman dengan Candi Plaosan Lor di sebelah timur-laut candi Prambanan, serta plat bau. Koleksi masa Islam, di antaranya kitab kalam berbentuk tulisan tangan yang kertasnya dari kulit binatang, Alquran tulisan tangan, serta tafsir alquran.
Rekam jejak perjalanan masyarakat Blora pada masa kolonial, ditandai dengan berbagai peninggalan, seperti landasan meriam, pistol VOC, kamera kuno, radio kuno, filter air, loster, serta papan iklan masa lampau. Selain itu, ada juga topeng perunggu, azimat zaman Pangeran Diponegoro, wayang kulit, wayang golek, timbangan dari kayu, alat pemintal benang, lumpang-alu, dan tatakan soko.
Tetapi tidak cuma itu. Masih banyak koleksi lain di museum yang embrionya sudah ada sejak 1999. Paryanto, ketua divisi kajian seni, budaya, dan sejarah di Yayasan Mahameru mengatakan, museum peninggalan warisan sejarah Blora ini memiliki nilai yang sangat penting.
“Koleksi museum Mahameru ini bisa menunjukkan kita mengenai sejarah, seni, dan budaya para leluhur kita di masa lalu, sehingga harus kita pahami. Sayang, kebanyakan masyarakat tidak tahu dan malas belajar untuk itu. Padahal, koleksi yang ada di museum Mahameru, itu bisa menunjukkan jati diri masyarakat Blora,” ujarnya.
Proses Penyadaran
Museum Mahameru adalah “proyek jangka pendek” yang digagas Yayasan Mahameru. Perkumpulan pemerhati budaya di Blora ini, secara resmi berdiri pada 16 Mei 2001 dengan Akta Notaris yang dikeluarkan oleh R Tidore Iwan Wijaya SH.
“Embrio berdirinya yayasan ini beberapa tahun sebelum kita notariskan. Namun sejak sebelum itu, kami dan teman-teman pemerhati budaya sudah sepakat akan memakai ‘Mahameru’ sebagai nama yayasan (organisasi),” terang Gatot Pranoto.
Gatot menyebut pendirian Museum Mahameru sebagai proyek jangka pendek, karena bagi dia dan para pegiat Mahameru lainnya, yang jauh lebih berat adalah membangun kesadaran masyarakat melalui berbagai koleksinya. “Untuk merealisasikan ini bukan hal yang sederhana, sehingga butuh keterlibatan banyak pihak yang sama-sama pemerhati budaya,” jelasnya.
Setelah terbentuk sebuah komunitas pemerhati budaya, ini juga tidak lantas persoalan proses penyadaran kepada masyarakat selesai. Pasalnya, sebelum terjun ke masyarakat, bangunan kesadaran di internal mesti selesai terlebih dahulu. “Kami harus membangun kesadaran komunal terlebih dahulu,” paparnya.
Selanjutnya, baru kepada tahap penyadaran secara lebih luas bisa dilakukan, melalui sumber primer yang ada, yaitu koleksi museum Mahameru. “Seterusnya, baru ini menjadi bahan refleksi untuk membangun Blora,” ungkapnya.
Refleksi dimaksud tidak sekadar tahu bagaimana Blora di masa lalu, melainkan sampai pada bangunan kesadaran terkait sumber daya manusia (SDM) dan sumber daya alam (SDA) yang ada. “Kombinasi SDM dan SDA inilah asset yang sangat berharga untuk membangun Blora, baik jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang,” tegasnya.
Menurut sosok yang pernah mengenyam pendidikan di Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, sampai saat ini, rencana pembangunan jangka pendek dan jangka panjang, belum memanfaatkan SDM dan SDA yang sesuai karakter masyarakat Blora. “Bagaimana bisa merencanakan pembangunan secara baik, jika tidak memahami karakter orang Blora,” lanjutnya.
Bupati Blora Djoko Nugroho kepada Suara Merdeka mengatakan, museum Mahameru menyimpan sejarah masa lalu yang tak terperikan. “Museum ini menyimpan sejarah purbakala yang tak ternilai. Kami akan memperhatikannya. Tetapi untuk saat ini, konsentrasi belum ke arah sana. Nanti kita pikirkan,” ujarnya. (Rosidi)
Gatot Pranoto, Ketua Yayasan Mahameru, menyebut museum yang dikelola oleh Yayasan pemerhati budaya yang dipimpinnya, memiliki koleksi yang cukup lengkap. Ia bahkan pernah menyebut, koleksi museum Mahameru itu lebih lengkap dibandingkan dengan museum arkeologi Sangiran. “Kita memiliki koleksi mulai dari masa pra sejarah, Hindu-Budha (klasik), Islam, hingga masa kolonial,” katanya.
Peralatan berburu manusia purba seperti kapak genggam dan batu, koleksi masa Hindu-Budha antara lain berupa gerabah, patung, bibir sumur kuno yang sezaman dengan Candi Plaosan Lor di sebelah timur-laut candi Prambanan, serta plat bau. Koleksi masa Islam, di antaranya kitab kalam berbentuk tulisan tangan yang kertasnya dari kulit binatang, Alquran tulisan tangan, serta tafsir alquran.
Rekam jejak perjalanan masyarakat Blora pada masa kolonial, ditandai dengan berbagai peninggalan, seperti landasan meriam, pistol VOC, kamera kuno, radio kuno, filter air, loster, serta papan iklan masa lampau. Selain itu, ada juga topeng perunggu, azimat zaman Pangeran Diponegoro, wayang kulit, wayang golek, timbangan dari kayu, alat pemintal benang, lumpang-alu, dan tatakan soko.
Tetapi tidak cuma itu. Masih banyak koleksi lain di museum yang embrionya sudah ada sejak 1999. Paryanto, ketua divisi kajian seni, budaya, dan sejarah di Yayasan Mahameru mengatakan, museum peninggalan warisan sejarah Blora ini memiliki nilai yang sangat penting.
“Koleksi museum Mahameru ini bisa menunjukkan kita mengenai sejarah, seni, dan budaya para leluhur kita di masa lalu, sehingga harus kita pahami. Sayang, kebanyakan masyarakat tidak tahu dan malas belajar untuk itu. Padahal, koleksi yang ada di museum Mahameru, itu bisa menunjukkan jati diri masyarakat Blora,” ujarnya.
Proses Penyadaran
Museum Mahameru adalah “proyek jangka pendek” yang digagas Yayasan Mahameru. Perkumpulan pemerhati budaya di Blora ini, secara resmi berdiri pada 16 Mei 2001 dengan Akta Notaris yang dikeluarkan oleh R Tidore Iwan Wijaya SH.
“Embrio berdirinya yayasan ini beberapa tahun sebelum kita notariskan. Namun sejak sebelum itu, kami dan teman-teman pemerhati budaya sudah sepakat akan memakai ‘Mahameru’ sebagai nama yayasan (organisasi),” terang Gatot Pranoto.
Gatot menyebut pendirian Museum Mahameru sebagai proyek jangka pendek, karena bagi dia dan para pegiat Mahameru lainnya, yang jauh lebih berat adalah membangun kesadaran masyarakat melalui berbagai koleksinya. “Untuk merealisasikan ini bukan hal yang sederhana, sehingga butuh keterlibatan banyak pihak yang sama-sama pemerhati budaya,” jelasnya.
Setelah terbentuk sebuah komunitas pemerhati budaya, ini juga tidak lantas persoalan proses penyadaran kepada masyarakat selesai. Pasalnya, sebelum terjun ke masyarakat, bangunan kesadaran di internal mesti selesai terlebih dahulu. “Kami harus membangun kesadaran komunal terlebih dahulu,” paparnya.
Selanjutnya, baru kepada tahap penyadaran secara lebih luas bisa dilakukan, melalui sumber primer yang ada, yaitu koleksi museum Mahameru. “Seterusnya, baru ini menjadi bahan refleksi untuk membangun Blora,” ungkapnya.
Refleksi dimaksud tidak sekadar tahu bagaimana Blora di masa lalu, melainkan sampai pada bangunan kesadaran terkait sumber daya manusia (SDM) dan sumber daya alam (SDA) yang ada. “Kombinasi SDM dan SDA inilah asset yang sangat berharga untuk membangun Blora, baik jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang,” tegasnya.
Menurut sosok yang pernah mengenyam pendidikan di Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, sampai saat ini, rencana pembangunan jangka pendek dan jangka panjang, belum memanfaatkan SDM dan SDA yang sesuai karakter masyarakat Blora. “Bagaimana bisa merencanakan pembangunan secara baik, jika tidak memahami karakter orang Blora,” lanjutnya.
Bupati Blora Djoko Nugroho kepada Suara Merdeka mengatakan, museum Mahameru menyimpan sejarah masa lalu yang tak terperikan. “Museum ini menyimpan sejarah purbakala yang tak ternilai. Kami akan memperhatikannya. Tetapi untuk saat ini, konsentrasi belum ke arah sana. Nanti kita pikirkan,” ujarnya. (Rosidi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar