Ingin mengenal dan melestarikan budaya leluhur. Inilah semangat yang tersemat dalam gelaran jelajah budaya 2010 yang dilaksanakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Provinsi Jateng. Acara berlangsung dari 20 hingga 23 Juli di tiga kabupaten, yaitu Blora, Rembang dan Pati.
Acara tersebut diikuti oleh sekitar 50 pelajar se eks karesidenan Pati, yaitu Jepara, Kudus, Pati, Rembang dan Blora. Di Blora, para siswa yang beruntung karena terpilih dalam jelajah budaya itu, disuguhi oleh barongan Blora dan juga tayub barangan di Taman Sarbini (21/7/2010).
"Kegiatan ini untuk mengenalkan generasi muda akan nilai-nilai budaya yang diwariskan oleh leluhur kita. Selanjutnya, kita bisa mencintai dan ikut melestarikannya," ujar ketua panitia jelajah budaya 2010 dari Disbudpar provinsi Jateng Noe Shodiq.
Ia menjelaskan, kegiatan jelajah budaya ini, sudah digelar oleh Disbudpar Jateng sejak dua tahun terakhir. "Sudah dua tahun ini, kami mengadakan kegiatan jelajah budaya. Ide awalnya, adalah mengenalkan anak-anak akan budaya yang ada di eks karesidenan pati," tambahnya.
Warisan Leluhur
Sebelum barongan dan tayub disuguhkan di hadapan para peserta jelalah budaya itu, mereka dikenalkan dan diajak terlebih dahulu untuk berkunjung ke perkampungan sedulur sikep di Desa Blimbing, Kecamatan Sambongrejo, Blora, kemarin (21/7) pagi.
Selain itu, Selasa (20/7) malam, juga digelar diskusi dengan bahasan tentang tayub, barongan dan juga ajaran Samin. Para narasumber yang datang adalah Dr Sri Rochana Widyastutieningrum dan Drs Slamet MD MHum dari STSI Solo serta Pramugi Prawiro Wijoyo, tokoh Samin di Blora.
Sri Rochana Widyastutieningrum yang membawakan materi tentang tayub, menyatakan, selama ini, seni tradisional itu memang lekat dengan image negatif, seperti minuman keras. "Tetapi itu dulu. Sekarang, image buruk itu lambat laun kian memudar," katanya.
Pudarnya image buruk terhadap tayub itu, karena saat ini, secara kualitas, sudah ada peningkatan. "Secara estetik, tayub sudah ada peningkatan. Juga dalam olah vokal pesindennya. Selain itu, ada pengarih yang mengatur kelancaran tayub," paparnya.
Lain dari itu, dosen yang menjabat Pembantu Rektor I STSI itu mengatakan, tayub adalah salah satu seni tradisi yang unik, dan tidak terpengaruh oleh globalisasi. "Banyak seni tradisi yang hidup segan mati pun tak mau, tetapi tayub tidak pernah tergusur oleh globalisasi," tegasnya.
Slamet MD, mengetengahkan materi tentang tayub di hadapan peserta jelajah budaya. "Tayub Blora itu memiliki ciri khas tersendiri dibanding kota lain. Baik di kostum, maupun iringan musiknya," katanya.
Sedang Pramugi Prawiro Wijoyo, secara apik menyampaikan tentang ajaran Samin (Sikep), yang sering mendapatkan cibiran masyarakat. "Yen elek-elek, dianggaep Samin. Samin dianggep pembangkang. Padahal Samin itu membangkang sama penjajah Belanda, waktu revolusi," jelasnya.
Mengenai ciri khas apa yang dimiliki penganut ajaran Samin atau sedulur sikep, adalah kesedrhanaan, kejujuran, serta kebersamaannya. "Orang Samin itu senang pada kejujuran dan kebersamaan. Kalau orang selalu jujur dan menjaga kebersamaan, pasti tidak akan ada orang yang bertikai," tukasnya sembari berpesan kepada peserta yang hadir. [R]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar