Pengunjung

Rabu, 27 April 2011

Bikin Album dan Memasarkannya Sendiri

Band bergenre reggae di Wonosobo terus menjamur. Mereka tidak hanya memiliki satu ikatan sosial yang lekat dengan penampilan saat tampil dipangung-panggung hiburan. Namun juga telah berhasil menelorkan album karya sendiri. Musik itu dipasarkan dan dikonsumsi oleh penganut musik reggae di luar Wonosobo.

Mentari Pagi beri salam lagi
Suara burung kusambut hari berganti
Bob Marley masih bernyanyi
Don’t worry… uuu..yeeeeaaaccchhhh

Syair itu dilantunkan merdu saat Elly Gimbal bernyanyi diatas panggung pada suata even musik di alun-alun Wonosobo. Ketua Kelompok Penyanyi Jalanan (KPJ) Wonosobo organisasi jaringan pengamen yang lahir sejak era 1980-an ini muncul. Kendati awalnya membawakan lagu-lagu karya orang lain namun lambat laun mereka berkarya sendiri.
Elly mengaku reggae telah menjadi komoditas musik baru yang lahir di daerah. Meski belum banyak yang mendalami arti penting aliran musik tersebut namun dengan semangat telah menelorkan beberapa album. Lagu-lagu itu di sebarkan via internet.
"Sentuhan lokalitasnya sangat kentara. Kami membuatnya dalam syair berbahasa Jawa balutan komposisi musiknya reggae,” paparnya.
Walaupun tidak bermaksud hendak menyami nama kelompok anak-anak underground yang kini ada di Wonosobo, menurut Elly, aliran underground dan reggae menjadi dua genre musik berbeda namun memiliki benang merah setara.
"Kami mengemasnya dalam Primitive Democration. Berdiri dua yang lalu," ujarnya.
Diakuinya kelompok reggae di Wonosobo saat ini masih sangat solid. Bertindak sebagai mereka adalah Elly Gimbal, Wisnu (gitar1), Yoga (gitar2), Fany (Keyboard), Majid (Bass), Budi (Drum) dan perkusi dijalankan oleh Hengky, Kenceng, Tadho.
Setiap pementasan mereka disambut dengan teriakan Woiyoo sebagai simbol kebersamaan dan persaudaraan dari komunitas Reggae. Kemudian sang vocalis, yang disambut teriakan yang sama dari para penonton sambil mengangkat tangan sebagai tanda kekuatan dalam kebesamaan dan kekuatan perdamaian.
"Reggae ini donasinya pribadi. Kami kerja keras berkarya dan mendanai sendiri," paparnya.
Ada sebanyak 12 lagu yang di geber Reggae Primitive Democration. Komunitas melakukan acara rutin sebulan sekali untuk mengakomodir para pecinta musik reggae di Wonosobo.
"Kami pasti melakukan kegiatan yang bersifat sosial kemanusiaan dan penyadaran terhadap pentingnya menjaga lingkungan hidup," kata Elly.
Menurutnya reggae kini telah menjadi sebuah signal bagi para anak punk untuk lebih mengapresiasikan musiknya. Mereka rata-rata berangkat dari stigma bahwa music pop yang selama ini mapan dan memiliki pangsa pasar sendiri sangat membosankan.
“Kita semua (khususnya reggae lovers) tentu ingin menyaksikan musisi-musisi reggae tanah air dan di Wonosobo bisa eksis," imbuhnya.
Untuk memuluskan jalan kaderisasi hingga merasuk ke generasi-generasi muda Wonosobo, lanjut Elly, pihaknya mengadakan konser di kota-kota kecamatan seminggu sekali. Musisi senior Wonosobo ini juga tak canggung turut serta memberi semangat kepada anak-anak muda yang lagi gila-gilanya mendalami musik reggae.”Dalam even tersebut sekalian jualan kaset rekaman album Primitive Demokrasi,” tuturnya.
Ya, Primitive Demokrasi memang sudah menjadi ikon band reggae di Kabupaten Purwokerto, Banjarnegara, Temanggung dan Magelang. Tiap kali band itu tampil karya-karyanya seakan telah menjadi mars bagi pecinta musik reggae. “Alhamdulillah melalui indie album kami banyak yang berminat,” pungkas Elly tersebut. [R/Yudi]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar