Pengunjung

Kamis, 10 Maret 2011

Simpul Kerukunan dari Hok Tik Bio

    Bagi masyarakat Blora, khususnya warga keturunan Tionghoa, Kelenteng Hok Tik Bio tidaklah asing. Pasalnya, Hok Tik adalah satu-satunya Bio (kelenteng) yang ada di Kota Satai.
    Berada di Jalan Pemuda No 38, kelenteng tersebut berdiri di atas lahan seluas kurang lebih 1,2 hektare, dengan bangunan utama (Bio) yang didominasi oleh cat warna merah.
    Menurut catatan yang dikeluarkan oleh pengurus kelenteng setempat, Hok Tik dibangun pada masa Dinasti Qing III pada 1877 dan selesai pada masa Dinasti Qing V tahun 1879.
    Catatan pendirian kelenteng (Bio) ini bisa dilihat pada lien (semacam prasasti) yang terletak di pintu sebelah kiri dan kanan altar Kong Co Hok Tik Cing Sien. Hok Tik Tjing Sien merupakan Dewa Bumi yang sekaligus sebagai tuan rumah kelenteng.
    Hok Tik, memiliki tiga altar, yang dijaga oleh dua dewa pintu di sisi kiri dan kanan altar, yaitu Ut-Tie Kiong dan Cin Siok Po. Paling barat, adalah altar Makco (Dewi Kwan Im), di paling timur altar Kwan Kong, sementara ditengah adalah tuan rumah kelenteng, yaitu Dewa Bumi (Hok Tik Tjing Sien). 
    Sebagaimana umumnya kelenteng, di Hok Tik, bagian depan terdapat patung singa (Khi Ling). "Khi Ling tetap di depan pintu masuk," ujar Dharmawan Djaya, salah satu pengurus Hok Tik, Selasa (2/1/2011). Keberadaan singa di bagian depan kelenteng, sudah menjadi ciri khas. Termasuk di dalamnya, di manapun, kelenteng selalu ada naga dan juga dewa pintu.

Simpul Kerukunan
    Apa yang terbersit dibenak jika melihat kelenteng? Eksklusivisme. Inilah yang umum dipahami masyarakat tentang keberadaan kelenteng. Kesan tertutup seakan tak bisa dihindari, meski kenyataan yang ada tidaklah demikian.
    Hok Tik Bio bisa menjadi salah satu cermin, tiadanya eksklusivisme atau ketertutupan dengan masyarakat sekitar yang bukan keturunan Tionghoa. "Pengurus kelenteng Hok Tik tidak hanya orang keturunan Tionghoa, tetapi juga orang Jawa dan terdiri dari penganut agama yang sangat beragam, seperti Kong Hu Cu, Katholik, Budha, dan Islam," terang Dharmawan yang disambut anggukan Bambang Triono Saputro.
    Bambang Triono Saputro adalah salah satu pengurus kelenteng asli Jawa, yang beragama Islam. Selain Bambang, salah satu tokoh keturunan Tionghoa yang sangat dihormati di Blora, yaitu Haji Tik Sun, juga seorang muslim.
    "Kelenteng Hok Tik ini menjadi salah satu simpul kerukunan para penganut agama di Blora. Kelenteng dipandang sebagai warisan ((budaya-Red) leluhur yang harus dijaga dan di-uri-uri," ujar Bambang.
    Kerukunan antarpenganut agama itu semakin demikian terlihat jelas, saat Hok Tik menggelar peringatan ulang tahunnya ke-133 pada Oktober tahun lalu. "Saat kirab semua orang bisa masuk dan menyaksikan," timpal Dharmawan.
    Sementara itu, Bambang, merasa mendapatkan banyak pelajaran yang berharga dari keterlibatannya dalam menjaga warisan leluhur di Blora tersebut. "Banyak suka dukanya. Tetapi di Hok Tik ini saya lebih banyak saudara dan bisa 'tukar kaweruh'. Dan yang jelas, kerukunan yang terjalin menjadi kesan yang sangat mendalam bagi saya," tuturnya. [Rosidi]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar